SPONSOR

SPONSOR :

The Jaduls

The Jaduls

Lihat baik-baik iklan kaset berikut ini teman-teman. Mungkin akan mengingatkan bagaimana dahulu jaman keemasan kaset sebelum CD, dan MP3 eksis.
Ini iklan kaset terbaru yang keluar waktu jaman saya masih keciiiiillll buanget. Mungkin jaman sebelum taman kanak-kanak. Saya geli sendiri melihat konsepnya. Banyak gambar dan kata-katanya ya. Kacamata dan model rambutnya juga  seru!!
Dian Piesesha, Rahmat Kartolo, Ratih Purwasih, Endang S Taurina, Pantje Pondaag adalah beberapa nama penyanyi jaman dulu kala yang sangat saya ingat. Bayangkan… jika mereka diorbitkan di masa sekarang ini, apa yang akan terjadi?
Pasti produsernya sudah suruh mereka ganti nama!
Masih ingat tidak bagaimana lengkingan suara Pantje Pondaag kalau sedang menyanyi?? Buset.. kok pada betah ya? Laris manis pula. Ha ha ha… Suaranya memang unik, melengking, dan lucu. Mendengarnya membuat saya menahan napas, takut dan kuatir kalau-kalau pita suara Pantje itu putus di tengah-tengah lagu, bikin saya lelah seketika karena tenaga terkuras menahan napas. Lalu suara Ratih Purwasih.. wah.. halus sekali, mampur seperti bedak tabur! Wikikikik…
Ingat lagu “Antara Benci dan Rindu” dari Ratih Purwasih nggak?
Saya sertakan liriknya, supaya teman-teman bisa ingat lagi. Nah.. yang saya ingat lagi dari lagu-lagu jaman dahulu adalah sering ada deklamasinya. Huahahahaha….
Antara Benci dan Rindu
Yang, hujan turun lagi
Di bawah payung hitam kuberlindung
Yang, ingatkah kau padaku
Di jalan ini dulu kita berdua
Basah tubuh ini, Basah rambut ini
Kau hapus dengan saputanganmu
Yang, rindukah kau padaku
Tak inginkah kau duduk di sampingku
Kita bercerita tentang laut biru
Disana harapan dan impian
Reff:
Benci, benci, benci tapi rindu jua
Memandang wajah dan senyummu sayang
Rindu, rindu, rindu tapi benci jua
Bila ingat kau sakiti hatiku
Antara benci dan rindu disini
Membuat mataku menangis
Yang, pernahkah kau bermimpi
Kita bersatu bagai dulu lagi
Tak pernah bersedih, tak pernah menangis
Seperti saat rindu begini
Deklamasi by Obbie Messakh:
Yang, hujan turun lagi
Ketika kulewati jalan ini
Aku ingat engkau, Yang
Basah tubuhmu, basah rambutmu
Kuhapus dengan saputanganku
Yang, aku pun rindu padamu
Aku pun ingin duduk di sampingmu
Kita bercerita tentang laut biru
Tentang langit biru
Disana impian dan harapan (end)
Lucu ya? He he he..
Wah, mengingat musik Indonesia di jaman itu membuat saya ingat pada kenangan masa kecil. Tiap pagi sebelum ayah saya berangkat kerja, beliau selalu memutar kaset lagu-lagu Ebiet G Ade. Saya jadi hapal sekali semua lagunya, yang notabene, adalah lagu dengan lirik-lirik dan musik yang sangat mengerikan bagi anak usia 4 sampai 5 tahun. Musik, dan lirik ciptaan Ebiet itu membuat imajinasi saya melayang-layang kemana-mana. Membawa saya ke dunia yang tidak normal. Hmm…mungkin itu salah satu sebabnya kenapa saya ini sangat melankolik, imajinatif gila dan depresif. Bagaimana tidak jadi anak yang depresif? Simak saja lirik lagu di bawah ini, dan bayangkan dari sudut pandang anak usia 4 tahun ketika mendengar lagu dengan lirik seperti ini, disertai dengan orkestra folks jaman dahulu di lagu Ebiet itu.
Menjaring Matahari
Kabut
Sengajakah Engkau
Mewakili Pikiranku
Pekat
Hitam Berarak
Menyelimuti Matahari
Aku Dan semua yang ada di seklilingku
Merangkak menggapai dalam kelam
Mendung Benarkah Pertanda Akan segera turun hujan
Deras Agar Semua Basah Yang ada di muka bumi
Siramilah juga jiwa kami semua
Yang tengah dirundung kegalauan
Reff: Roda Jaman Menggilas Kita
Terseret Tertatih-tatih
Sungguh Hidup terus diburu berpacu dengan waktu
Tak ada yang dapat menolong selain yang di sana
Tak ada tempat yang membantu selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan (end)
Jelas jadi melankolis dan depresif saya setiap kali habis mendengar lagu-lagu tipe begini. Saya serasa dicuci otak oleh ayah saya dan Ebiet G Ade. Saya ingat bagaimana saya dulu suka duduk di pojok kelas atau di pojok ruangan, diam, hanya memperhatikan teman-teman yang lain bermain. Saya cuma diam dan berpikir saja; mungkin berpikir tentang matahari yang diliputi arakan awan hitam seperti yang dilihat Ebiet, tentang padang rumput dengan kereta kudanya si Ebiet, tentang manusia dan dunia yang diliputi kegalauan, atau perihal Tuhan yang waktu itu saya bayangkan sebagai sebuah kue putu ukuran raksasa. Semuanya membuat saya melihat dunia seperti sebuah tempat yang aneh sekali. Membuat saya berpikir tentang badai dan kiamat, sampai-sampai mainan dan boneka tidak bisa mengalihkan perhatian saya dari bayangan tentang badai dan rumput yang bergoyang. Satu-satunya permainan yang membuat saya merasa gembira adalah ayunan.
Tenang, tenang.. sekarang saya sudah mendingan kok. Tidak lagi separah dulu perihal melankolik, dan depresifnya. Tapi kalau imajinatif gila, saya tidak bisa jamin. Hmm.. tapi saya bisa menjamin, bahwa saya bukan psikopat :)
Wah, mengingat ini semua membuat saya jadi berpikir.. Ah, saya jadi merasa tanda-tanda depresi seketika nih!
Jadi…. Semua kecenderungan  untuk menjadi melankolis sepanjang umur saya ini pada dasarnya gara-gara ayah saya, juga Ebiet G Ade, juga Pantje Pondaag!
Ah… tidak!!

0 comments:

Posting Komentar

Follow Me

SPONSOR :

SPONSOR

SPONSOR :

 

SaHaRa LaPTOp Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger